Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Selasa, 01 April 2008

HASAN ALBASHRI DAN SEORANG GADIS KECIL

Sore itu Hasan al-Bashri sedang duduk-duduk di teras rumahnya. Rupanya ia
sedang bersantai makan angin. Tak lama setelah ia duduk bersantai, lewat
jenazah dengan iring-iringan pelayat di belakangnya. Di bawah keranda
jenazah yang sedang diusung berjalan gadis kecil sambil terisak-isak.
Rambutnya tampak kusust dan terurai, tak beraturan.

Al-Bashri tertarik penampilan gadis kecil tadi. Ia turun dari


rumahnya dan
turut dalam iring-iringan. Ia berjalan di belakang gadis kecil itu.

Di antara tangisan gadis itu terdengar kata-kata yang menggambarkan
kesedihan hatinya.
“Ayah, baru kali ini aku mengalami peristiwa seperti ini.”
Hasan al-Bashri menyahut ucapan sang gadis kecil, “Ayahmu juga sebelumnya
tak mengalami peristiwa seperti ini.”

Keesokan harinya, usai salat subuh, ketika matahari menampakkan dirinya di
ufuk timur, sebagaimana biasanya Al-Bashri duduk di teras rumahnya.
Sejurus
kemudian, gadis kecil kemarin melintas ke arah makam ayahnya. “Gadis kecil
yang bijak,” gumam Al-Bashri. “Aku akan ikuti gadis kecil itu.”

Gadis kecil itu tiba di makam ayahnya. Al-Bashri bersembunyi di balik
pohon,
mengamati gerak-geriknya secara diam-diam. Gadis kecil itu berjongkok di
pinggir gundukan tanah makam. Ia menempelkan pipinya ke atas gundukan
tanah
itu. Sejurus kemudian, ia meratap dengan kata-kata yang terdengar sekali
oleh Al-Bashri.

“Ayah, bagaimana keadaanmu tinggal sendirian dalam kubur yang gelap gulita tanpa pelita dan tanpa pelipur?

Ayah, kemarin malam kunyalakan lampu untukmu, semalam siapa yang menyalakannya untukmu?

Kemarin masih kubentangkan tikar, kini siapa yang melakukannya, Ayah?

Kemarin malam aku masih memijat kaki dan tanganmu, siapa yang memijatmu semalam, Ayah?
Kemarin aku yang memberimu minum, siapa yang memberimu minum tadi malam?

Kemarin malam aku membalikkan badanmu dari sisi yang satu ke sisi yang lain agar engkau merasa nyaman, siapa yang melakukannya untukmu semalam, Ayah?”

“Kemarin malam aku yang menyelimuti engkau, siapakah yang menyelimuti
engkau semalam, ayah?

Ayah, kemarin malam kuperhatikan wajahmu, siapakah yang
memperhatikan tadi malam Ayah?

Kemarin malam kau memanggilku dan aku menyahut penggilanmu, lantas siapa yang menjawab panggilanmu tadi malam Ayah?

Kemarin aku suapi engkau saat kau ingin makan, siapakah yang
menyuapimu semalam, Ayah?

Kemarin malam aku memasakkan aneka macam makanan
untukmu Ayah, tadi malam siapa yang memasakkanmu?”

Mendengar rintihan gadis kecil itu, Hasan al-Bashri tak tahan menahan
tangisnya. Keluarlah ia dari tempat persembunyiannya, lalu menyambut
kata-kata gadis kecil itu.

“Hai, gadis kecil! jangan berkata seperti itu.
Tetapi, ucapkanlah,

“Ayah, kuhadapkan engkau ke arah kiblat, apakah kau masih seperti itu atau telah berubah, Ayah?

Kami kafani engkau dengan kafan yang terbaik, masih utuhkan
kain kafan itu, atau telah tercbik-cabik, Ayah?

Kuletakkan engkau di dalam kubur dengan badan yang utuh, apakah masih demikian, atau cacing tanah telah menyantapmu, ayah?”

“Ulama mengatakan bahwa hamba yang mati ditanyakan imannya. Ada yang
menjawab dan ada juga yang tidak menjawab. Bagaimana dengan engkau, Ayah?
Apakah engkau bisa mempertanggungjawabkan imanmu, Ayah? Ataukah, engkau
tidak berdaya?”

“Ulama mengatakan bahwa mereka yang mati akan diganti kain kafannya dengan
kain kafan dari sorga atau dari neraka. Engkau mendapat kain kafan dari
mana, Ayah?”

“Ulama mengatakan bahwa kubur sebagai taman sorga atau jurang menuju
neraka.
Kubur kadang membelai orang mati seperti kasih ibu, atau terkadang
menghimpitnya sebagai tulang-belulang berserakan. Apakah engkau dibelai
atau
dimarahi, Ayah?”

“Ayah, kata ulama, orang yang dikebumikan menyesal mengapa tidak
memperbanyak amal baik. Orang yang ingkar menyesal dengan tumpukan
maksiatnya. Apakah engkau menyesal karena kejelekanmu ataukah karena amal
baikmu yang sedikit, Ayah?”

“Jika kupanggil, engkau selelu menyahut. Kini aku memanggilmu di atas
gundukan kuburmu, lalu mengapa aku tak bisa mendengar sahutanmu, Ayah?”

“Ayah, engkau sudah tiada. Aku sudah tidak bisa menemuimu lagi hingga hari
kiamat nanti. Wahai Allah, janganlah Kau rintangi pertemuanku dengan
ayahku
di akhirat nanti.”

Gadis kecil itu menengok kepada Hasan al-Bashri seraya berkata, “Betapa
indah ratapanmu kepada ayahku. Betapa baik bimbingan yang telah kuterima.
Engkau ingatkan aku dari lelap lalai.”

Kemudian, Hasan al-Bashri dan gadis kecil itu meninggalkan makam. Mereka
pulang sembari berderai tangis.

Tidak ada komentar: